Istilah paedagogi dan andragogi berkembang dalam dunia pendidikan. Dua kata asing ini sebenarnya sudah cukup terkenal, tetapi mungkin hanya sebagian orang saja yang memahaminya. Apa yang dimaksud dengan paedagogi dan andragogi? Apakah paedagogi dan andragogi saling berhubungan atau berlawanan? Apa pentingnya paedagogi dan andragogi dalam kehidupan manusia?
Istilah paedagogi muncul lebih awal. Paedagogi adalah ilmu atau seni berkaitan
dengan pembelajaran pada anak-anak. Paedagogi juga sering diartikan sebagai seni mengajar anak-anak. Karena muncul
istilah “mengajar”, maka paedagogi sangat bergantung kepada guru. Guru merupakan pendidik bagi anak-anak untuk belajar apa yang perlu diketahuinya. Guru memiliki tanggung jawab yang penuh terhadap berlangsungnya pembelajaran pada anak-anak. Di sini, peran guru lebih dominan, sementara anak-anak atau siswa merupakan peserta
pasif. Biasanya paedagogi dimulai sejak
anak-anak duduk di bangku Taman
Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Akhir atau
yang sederajat.
Sementara itu, andragogi adalah ilmu
atau seni dalam membantu pembelajaran bagi orang dewasa. Jika pada
paedagogi, yang menjadi fokus
adalah anak-anak atau siswa, sedangkan pada andragogi, yang menjadi fokus adalah orang-orang yang telah tumbuh dewasa. Guru tidak lagi menjadi pendidik, namun hanya sebatas fasilitator yang membantu orang dewasa untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupannya. Orang dewasa telah dianggap mandiri dan mampu memimpin dirinya sendiri dalam
menentukan arah hidup dan memecahkan masalah. Andragogi mulai bisa
diterapkan pada mahasiswa-mahasiswi yang duduk di bangku perkuliahan sampai pada kakek-nenek.
Jadi, pada dasarnya paedagogi dan andragogi merupakan
ilmu atau seni yang berlawanan
tetapi saling berkaitan. Setelah
paedagogi diajarkan, maka andragogi akan secara
otomatis menyusul. Karena manusia butuh belajar dari lahir sampai ajal menjelang. Tidak hanya anak-anak yang butuh belajar, tetapi orang dewasa pun perlu belajar. Ada beberapa hal yang berbeda dari paedagogi dan andragogi meliputi
konsep diri, pengalaman peserta
didik, kesiapan belajar, orientasi dalam belajar, dan motivasi belajar. Berikut
ini adalah perbedaan tersebut. (gambar dikutip dari: http://efankhonghucu.blogspot.com/2010/09/pedagogi-dan-andragogi.html)
Nah,
berdasarkan penjelasan di atas nih, ada gak pengalaman pribadi kalian yang
berkaitan dengan paedagogi dan andragogi? Bagaimana cerita kalian semasa duduk
di bangku Sekolah Dasar? Apakah kalian termasuk anak yang rajin dan mendapatkan
rangking tinggi di kelas? Atau kalian anak yang biasa-biasa saja tetapi tetap
bisa mengikuti pembelajaran di kelas dengan baik? Lalu, bagaimana cerita kalian
setelah duduk di bangku perkuliahan? Apakah ada perbedaan yang mencolok antara
duduk di bangku Sekolah Dasar dan perkuliahan?
(Suasana sebelum memasuki ruang ujian biologi kelas 11, SMA Negeri 1 Jember. saya yang paling kiri, yang hanya terlihat rambut panjangnya saja :D)
Dulu, ketika saya masih duduk di bangku
Sekolah Dasar, saya adalah murid yang biasa-biasa
saja. Saya memang masuk ke dalam jajaran murid rangking sepuluh besar di kelas,
tetapi saya merasa tidak lebih unggul daripada yang lainnya (bukan bermaksud
sombong, sih, hanya sekadar membagi pengalaman saja J). Guru saya sangat disiplin dalam memberikan tugas. Saya adalah tipe
anak yang akan sangat ketakutan jika tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik.
Sering kali saya berkeringat dan jantung berdegup lebih cepat karena takut
dimarahi. Pernah suatu kali saya tidak mengerjakan tugas rumah dan karena itu, selama
setengah jam pelajaran saya berdiri di depan kelas dengan salah satu telinga
diberi penjepit jemuran. Saya merasa sangat malu sekali dan tidak pernah mengulanginya.
Di sinilah peran paedagogi. Pada saat
masih di bangku sekolah, motivasi belajar yang dikembangkan kepada anak-anak
dalam bentuk pujian, hadiah, dan hukuman. Hukuman diberikan kepada murid ketika
ia melakukan suatu kesalahan, seperti yang saya alami, yaitu tidak mengerjakan
tugas rumah. Hal ini bertujuan supaya murid tidak lagi mengulangi kesalahannya.
Konsep diri peserta didik bergantung pada bagaimana pengajaran gurunya. Ketika guru
tegas dan disiplin dalam memberikan tugas, maka anak juga akan tegas pada
dirinya sendiri dan disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak malas-malasan dan
seenaknya sendiri, karena ia merasa memiliki tanggung jawab yang harus segera
dikerjakan.
Sama seperti
ketika saya sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Akhir. Di sini, saya sudah
merasa lebih mandiri, bahkan tingkat mandirinya sudah melesat jauh dibandingkan
saat masih di Sekolah Dasar. Kalau saat SD dulu, Mama harus berteriak dan
marah-marah dulu supaya saya mau belajar, tetapi saat SMA, Mama sudah tidak lagi
seperti itu. Kesadaran akan tugas sudah berkembang dalam diri tanpa harus diingatkan.
Tetapi, di SMA, guru masih merupakan pendidik yang utama. Guru masih akan
memberikan materi dengan sabar dan telaten. Ada kecenderungan ketika gaya mengajar
guru memberikan kenyamanan pada murid, maka murid-murid akan menyukai pelajarannya dan mendapatkan
nilai baik.
Sangat berbeda
jauh dengan ketika kita sudah memasuki bangku kuliah. Tidak akan ada lagi guru
yang mengingatkan tugas atau menjelaskan materi secara detail dari awal sampai
akhir. Ini berkaitan dengan motivasi belajar orang dewasa yang sudah didorong
dari dalam diri sendiri. Saya merasa bangku perkuliahan agak sedikit lebih
sulit karena kita harus berusaha belajar sendiri dan mencari materi sendiri
karena dosen hanya sebagai fasilitator, namun di sinilah kemandirian yang sesungguhnya
terbentuk. Walaupun sedikit lebih sulit daripada saat SMA, tetapi saya merasa
motivasi saya justru terpacu saat sudah duduk di bangku kuliah. Di sinilah pengalaman
benar-benar merasa “inilah saya” terbentuk J
(Observasi Sekolah kelompok 12, Psikologi Pendidikan, SD dan MDTA Yayasan Perguruan Islam Al-Ikhlas)
Ini ceritaku,
apa ceritamu?
0 komentar:
Posting Komentar